Tiga komunitas teater di kabupaten Jember, Jawa Timur yakni Gelanggang, Paijo, dan Paradoksial memperingati Hari Teater Dunia (Hatedu) dengan menggelar pementasan berantai sejak 26-27 Maret 2022 di Al-Kautsar Education Center, Wirolegi. Dimulai oleh Gelanggang, pementasan malam kedua dilanjutkan oleh ‘Paijo’; sebuah komunitas teater yang berbasis di kecamatan Ambulu, Jember, dengan menampilkan naskah Matinya Seorang Diplomat.

Pukul 20.00 WIB, penonton yang berhamburan di tempat acara dipersilakan untuk berkumpul di ruang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Kedatangan saya saat itu disambut oleh panggung yang sudah dipersiapkan. Panggung terletak tepat di depan ruang KBM yang terbuka. Kain hitam dipilih untuk menjadi pembatas ruang pertunjukan yang berbentuk persegi panjang membentang di bagian belakang panggung. Bagian langit-langit panggung turut ditutup dengan menggunakan kain hitam. Beberapa properti panggung sudah diatur di panggung seperti meja, kursi sofa, dan kanvas bunga. Pencahayaan panggung menggunakan lampu LED yang statis tertempel di bawah atap ruang KBM.

Lengkap sudah persiapan pentas malam itu.

Paijo membawakan naskah berjudul Matinya Seorang Diplomat yang mereka tulis sendiri. Naskah yang diperankan oleh tiga aktor tersebut bercerita tentang keadaan pasca kematian seorang diplomat. Tiga aktor berperan sebagai seorang mahasiswa, keponakan kaisar, dan diplomat. Latar tempatnya ialah sebuah ruangan yang tidak dijelaskan secara rinci, pun latar waktunya. Mereka juga menggunakan instrumen musik digital sendiri.

Pementasan tersebut dibuka oleh sutradaranya sendiri. Tanpa basa-basi panjang, si sutradara kemudian duduk tepat di pojok depan panggung yang masih dalam area panggung. Lampu LED mulai menyala dan kasak-kusuk penonton mulai terdengar. Lalu, tampak  Andreas, si mahasiswa, duduk di sebuah kursi. Andreas terlihat sedang menikmati rokok dan kopinya yang berada di meja. Kemudian, tidak lama waktu yang Andreas gunakan untuk bersantai, datanglah Jay.  Jay yang menjadi keponakan seorang kaisar di negaranya lari terbirit-birit memasuki ruangan Andreas. Dengan wajah bingung, ia membawa kabar bahwa si diplomat telah mati terbunuh. Lantas, Andreas tidak percaya atas kabar itu. Dengan sedikit percekcokan, Jay keluar ruangan. Tinggallah Andreas sendiri dan kembali menikmati waktu santainya.

BACA JUGA Cerpen Hipotermia

Waktu santai Andreas mungkin tidak ditakdirkan lama. Di tengah waktu bersantainya, lampu LED berubah menjadi merah dan datanglah arwah Viktor, si diplomat. Awalnya, Andreas hanya menyapa Viktor dengan santainya sembari keheranan dengan pakaian yang Viktor kenakan. Viktor membawa kabar yang sama dengan Jay bahwa ia telah mati terbunuh. Tak lama berselang, Jay kembali masuk ruangan. Ia kemudian menjelaskan bahwa kabar tentang kematian Viktor hanyalah candaanbelaka. Namun, Andreas yang mendapat kabar langsung dari arwah Viktor bilang bahwa hal itu benar terjadi. Kebingungan dan kegelisahan tergambarkan di raut muka Jay dan Andreas.

Lalu, Jay berinisiatif untuk memeriksa tempat kejadian. Namun, Andreas mencegahnya. Andreas bilang bahwa kasus tersebut tidak perlu untuk diambil pusing. Kemudian mereka berdua mencoba untuk membangun premis atas terbunuhnya Viktor. Setelah tidak menemukan jalan keluar, mereka mencoba untuk membangun skema dari kedua negara tetangga negara Arden, negara mereka berdua, yang memungkinkan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut. Praduga-praduga yang dibangun menjadi sia-sia. Misteri tetap tidak terpecahkan hingga pementasan selesai.

Catatan Pementasan

Saya tidak menjelaskan jalannya pementasan Paijo dengan sangat rinci. Namun, saya berharap secara garis besar pementasan tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Sebab itu, saya mencoba untuk menuliskan beberapa catatan sejauh saya tangkap dari pentas Paijo. Saya juga menyertakan beberapa catatan pasca pentas.

Adam, sutradara, menjelaskan bahwa dalam penulisan naskah tersebut mereka tidak memiliki motif tertentu, seperti merespon perang antara Ukraina dan Rusia yang belakangan ini terjadi. Ia menjelaskan naskah itu ditulis untuk memeriahkan acara Hatedu tersebut. Lalu ia menjelaskan bahwa ia ingin memotret kepanikan manusia. Ia juga menjelaskan bahwa ia ingin membawa naskah yang mungkin belum dipentaskan di Jember yaitu mengenai hubungan bilateral contohnya.

Kemudian Abu, seorang dosen FIB Unej, merespon pementasan tersebut. Ia merespon atas teks yang Paijo bawakan bahwa ia melihat sesuatu yang sadar disampaikan ada sesuatu lebih kuat di belakangnya. Ia berpendapat bahwa pementasan Paijo menyuguhkan pertanyaan-pertanyaan ulang kepada penonton. Sehingga pemaknaan menjadi terbuka bagi penonton, meski teks yang sudah dibuat itu subjektif.

BACA JUGA Fenomena Sastra di Bokong Truk

Lalu Abi, pegiat teater, menganggap hadirnya sutradara di panggung akan menjadikan pementasan Paijo menjadi pementasan by order. Ia juga menjelaskan bahwa ketika ia menjadi sutradara ia akan berada di atas panggung dan bisa mengubah juga melompati adegan. Ia sangat menunggu fungsi kehadiran sutradara di panggung.

Dwi Pranoto, kritikus sastra dan budaya, juga memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Abi mengenai hadirnya sutradara di panggung. Ia juga berpendapat bahwa pementasan yang dibawakan Paijo masuk ke dalam jenis konvensional, cerita detektif. Ia juga mengemukakan jika ada sesuatu yang mengganggunya. Hal tersebut ialah ketidakjelasannya ruangan yang dipakai di panggung. Di lain hal, ia menjelaskan jika karakter di sana hanya menjadi suatu elemen dari cerita dan masih belum menjadi pembangun cerita.

Catatan yang akan saya tulis di sini juga tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah dikemukakan oleh Dwi Pranoto dan Abi. Lebih jelasnya lagi, catatan pertama saya ialah mengenai keaktoran. Dari pertunjukan tersebut, saya masih merasakan vokal dari Jay masih belum terdengar dengan jelas. Hal itu membuat saya sedikit menerka-nerka jalannya cerita. Kemudian beberapa artikulasi masih begitu terbata-bata sehingga terkesan menghafal. Dan pemanfaatan properti panggung yang kurang tepat seperti papan tulis hingga mengakibatkan pantulan cahaya di papan dan mengaburkan tulisan.

Di lain kesempatan, saya begitu tertarik pada penjelasan Adam mengenai bentuk pentas yang akan dilakukan saat itu. Jauh hari sebelum pentas, Adam menjelaskan bahwa ia ingin mencoba menghadirkan suasana sepersekian waktu setelah seorang diplomat terbunuh. Saya coba menghadirkan bentuk kekalutan, kekacauan, kebingungan, dan sikap hingga respon yang mungkin akan terjadi di panggung benak saya. Setelah pentas itu hadir, ternyata apa yang saya bayangkan sedikit melenceng. Tetapi tidak jauh berbeda dari ekspektasi saya.

Ada logika yang luput dari pementasan tersebut. Dari cerita yang dibangun, Andreas sebagai seorang mahasiswa mencoba untuk mengambil alih keadaan sementara usai matinya si diplomat. Yang menjadi kelemahan logika cerita di sini ialah pemilihan tokoh mahasiswa yang masih belum paham banyak mengenai sistem negara. Hal tersebut tergambarkan dalam beberapa adegan di mana salah satunya ketika Andreas memutuskan untuk tidak memeriksa tempat kejadian dahulu. Lalu, ketika ia juga dijelaskan sebagai mahasiswa yang belum lulus kuliah dan kebingungannya saat membuat premis mengenai kematian Viktor. Saya kira pemilihan tokoh sangatlah penting untuk membangun sebuah cerita. Akan sangat memungkinkan jika salah satu dari pejabat negara ataupun anggota keluarga kerajaan mengambil alih kondisi yang begitu genting tersebut.

BACA JUGA Puisi-Puisi Khanafi

Saya juga mencoba untuk menduga-duga fungsi kehadiran sutradara di panggung. Mungkin saja dengan usaha tersebut, Paijo coba hadirkan kesegaran untuk pementasan mereka sendiri. Dengan begitu, saya apresiasi bentuk baru sebagai usaha kesegaran yang ingin dicapai. Sebagai catatan saja, saya kita keberadaannya di panggung masih belum cukup penting. Dan cenderung mengganggu keutuhan pementasan. Sutradara di sana hanya sedikit memberikan instruksi kepada pemain musik latar. Dan hanya itu saja. Saya juga mengharapkan usaha-usaha untuk terus menghadirkan kesegaran lainya dari Paijo sendiri.

Di lain sisi, saya juga merasa cerita yang dibawakan Paijo memiliki potensi yang bagus. Cerita yang dibangun membuat para penonton menduga-duga siapa pembunuh si Viktor. Dan hal itu menjadi menarik, sebab dalam kebanyakan cerita detektif akan mengungkap siapa pelakunya. Dengan karakter yang dibawakan terlihat ‘kebingungan’ menjadi pembuka banyak kemungkinan. Dan adegan bunuh diri Andreas bisa menjadi jembatan dugaan sebagai pelaku.

Pentas Paijo kala itu membuka perkenalan saya dengan mereka. Semangat yang dibangun oleh mereka dan komunitas teater lainnya di Jember menjadi angin segar untuk dunia teater Jember. (*)


Iqbal Al Fardi, redaktur puisi sutera.id. Alumnus Ponpes Nurul Jadid Paiton & Sastra Inggris FIB Unej.