Sutera.id – Mengusung tema ‘Samboeng Roso Nang Kutho Tuwo’ (sambung rasa di kota tua), Srawung Sastra ke-29 sebagai momen berkumpulnya pelaku seni dan budaya digelar di Dusun Krajan, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Sabtu (28/5).
Acara tersebut menampilkan sejumlah seni hiburan rakyat, di antaranya Jaranan Butho oleh Sanggar Kharisma, Gamelan Shalawat oleh Sanggar Ki Samudro, pertunjukan tari, hingga seni modern seperti musik akustik dan pembacaan puisi.
Bekerja sama dengan Yayasan Boemi Poeger Persada, gelaran Srawung Sastra ke-29 juga menandai dukungan terhadap keberadaan Museum Boemi Poeger sebagai ruang alternatif edukasi masyarakat terkait pembelajaran sejarah dan cagar budaya lokal Jember.
Koordinator Srawung Gunawan Tri menyebut, mengelaborasi persinggungan karya kreatif para pelaku seni dan budaya dengan kondisi lingkungan di mana Srawung Sastra diselenggarakan memang menjadi prinsip utama. Untuk itulah, gelaran kali ini mengambil istilah ‘sambung rasa’ atawa silaturahmi.
“Baik menyambungkan rasa antar komunitas pelaku budaya maupun kepada masyarakat. Srawung Sastra berupaya terus mendekat dan melebur dengan masyarakat dan pelaku budaya; menjadi komunitas ruang publik yang bisa diterima oleh berbagai pihak, termasuk sinergi dengan pemerintah daerah,” ujarnya.
BACA JUGA J-Art Festival, Sepekan untuk Seni dan Seniman Jember
Gelaran Srawung Sastra kali ini mendapatkan antusiasme yang cukup tinggi dari masyarakat dari berbagai latar belakang dan usia. Bahkan, anak-anak tampak tak sabar saat menunggu para seniman tradisi yang tengah berdandan kostum dan make-up.
“Bersyukur masyarakat sekitar sangat antusias dan mendukung. Bahkan, banyak PKL yang juga ikut terlibat, ada pula pameran barang antik dan tosan aji yg dikoordinir oleh paguyubannya,” terang Gunawan.
Ia pun berharap ke depan makin banyak pihak yang terlibat dalam upaya penggalian nilai seni dan budaya lokal yang ada di Jember.

“Karena itu merupakan kekayaan literasi, bisa jadi sumber tematik lahirnya karya tulis fiksi atau non fiksi para penulis Jember. Karena Jember itu, kan, jembar,” pungkasnya.
Sementara itu, pembina Yayasan Boemi Poeger Persada Y. Setiyo Hadi mengaku senang atas kolaborasi dengan Srawung Sastra. Menurutnya, wadah yang menampung pelaku seni, sastra, dan budaya lintas bentuk dan generasi merupakan modal penting demi perkembangan gagasan, kreativitas, dan diskursus seni dan budaya di Jember.
“Ruang untuk menyambung rasa atau silaturahmi ini makin menunjukkan bahwa seni dan budaya lokal di Jember itu kaya dan terus bergiat serta beradaptasi dengan tantangan perubahan,” ujar pria yang akrab disapa Mas Yoppi tersebut.
Ia pun berharap agenda serupa dapat terus digelar setiap bulannya. Terlebih, dengan konsep melibatkan pelaku seni, budaya, dan masyarakat seperti Srawung Sastra. (*)
Pewarta: Haryo Pamungkas
Editor: L&M