Solois Tri Em (29), baru saja merilis single ‘Bukan Rahasia’ pada 4 Mei 2022. Single itu menggenapi mini album ‘Kawan Sejati’ yang dirilis di kanal YouTube dan platform musik Spotify pada 4 Mei 2021.

Berbeda dari kebanyakan lagu soal pertemanan, lagu-lagu dalam album Kawan Sejati—dan utamanya Bukan Rahasia—mengambil sudut pandang yang lebih jernih dan jujur soal konsep pertemanan. Ia tak lagi berkutat pada narasi soal pertemanan ideal yang dilandasi ketulusan, namun juga tak mengambil posisi kelewat sinis dengan mengutuk ketulusan pertemanan itu hanya taik belaka.

Ia terbuka dan apa adanya: mengutuk sekaligus merindukan, mengingat sekaligus melupakan, mendendam sekaligus memaafkan.

Punya kawan bajingan tak bisa dibanggakan, pergi lalu menjauh, kau seperti musuh … semakin dewasa aku mengerti kawan tak dicari, lebih baik kusendiri,” ujarnya. Namun, pada baris lain ia mengaku, “Lama aku nantikan kedatanganmu kawan setelah kita berpisah apakah kau berubah?”

Pada akhirnya, disadari atau tidak, pertemanan memang tak kekal dan tak perlu diabadi-abadikan namun juga tak perlu kelewat menjauhinya. Orang-orang selalu datang dan pergi sebab jalanan tak pernah kehabisan persimpangan. Dan perpisahan dalam persimpangan itu bisa dilandasi atau bahkan tidak dilandasi apa-apa.

BACA JUGA Momen Ber-parrhesia

Lagipula, menurut prinsip ‘limits of friendship’ yang diperkenalkan Robin Dunbar, Kepala Kelompok Penelitian Ilmu Saraf Sosial dan Evolusioner di Departemen Psikologi Eksperimental, Universitas Oxford, Inggris, batasan teman seorang manusia tak bakal jauh-jauh dari angka 150 (The Dunbar Number).

Dunbar meneliti ukuran rerata lobus frontal untuk memprediksi batasan kelompok sosial yang dapat dijangkau primata dan manusia. “Dilihat dari perbandingan neokorteks dan volume rata-rata otak manusia,” katanya, “batasan teman yang dapat dimiliki seorang manusia adalah 150.”

Namun Dunbar memperingatkan agar angka itu tak ditelan bulat-bulat. Ia menambahkan, 150 adalah jumlah untuk apa yang disebut sebagai teman biasa (orang yang akan Anda undang untuk pesta di rumah). Lalu 50 merujuk pada teman dekat (mungkin orang yang akan Anda undang untuk makan malam), 15 untuk sahabat sejati (orang yang dapat Anda hubungi untuk bersimpati saat Anda membutuhkannya), dan 5 orang merujuk pada pendukung terdekat dan terbaik.

Data Dunbar juga diperkuat dengan catatan antropologis dan sejarah yang ditelusurinya. Jumlah rata-rata di antara masyarakat pemburu-pengumpul modern adalah 148 individu. Jumlah satu kompi tentara Kekaisaran Romawi dan Spanyol abad ke-16, hingga Uni Soviet abad ke-20 juga tak lebih dari itu.

Maka saya pikir apa yang diresahkan Mas Tri (sapaan saya kepadanya) lewat lagu-lagunya adalah sesuatu yang dapat terpahami. Pada baris penghabisan, ia menulis, “Sedikit kawan bukan rahasia sampai ku tua bukan rahasia …” Angka yang tak banyak itu masih digenapi kedatangan-kepergian yang tak dapat terprediksi, baik waktu dan penyebabnya.

Di samping itu, masih diikat dengan benang merah love hate relation dengan kawan-kawannya, di lagu Bukan Rahasia Mas Tri seolah menggali lebih dalam ingatan-ingatan dari masa lampau. Hasilnya adalah musik yang lebih cepat, energetik, dengan atmosfer dan lirik gelap tentang hubungan pertemanan yang tak seindah di lagu-lagu persahabatan.

“Aku cuma berharap orang-orang enggak ngalamin hal-hal buruk seputar pertemanan, Yok,” ujarnya. Saya manggut-manggut meski tak sepenuhnya setuju. Saya pikir, ukuran otak kita yang tak cukup memproses hubungan sosial banyak-banyak itu harusnya melahirkan kesiapan untuk menerima bahwa pertemanan, tak melulu dilandasi ketulusan dan itu berarti ia juga sangat bisa menghadiahkan ngilu di dada sebelah kiri.

Lagipula, memangnya apa hal di dunia ini yang tak mengandung sisi buruk? Dan meski ketulusan itu menggugah, berapa banyak orang yang benar memilikinya?

Maka kesiapan, penerimaan, dan kesadaran untuk mendepak segala yang ideal adalah modal utama untuk satu tugas penting di dunia yang bobrok ini: bertahan dari hari ke hari.

Lepas dari itu, lagu terbaru Mas Tri ini juga dapat menjadi sahabat bagi pendengar musik, terutama penikmat musik pop punk. Siapa pun yang mendengarnya akan menikmati dan barangkali akan merasakan kerusuhan lahir batin yang sama.

Pun, lewat catatan ini saya ingin mengucapkan selamat dan turut merasa senang untuk pencapaiannya. Meski saya dan Mas Tri tak pernah bertemu secara langsung, namun saya merasa segala upaya kreatif di sekitar saya memang harus dan perlu untuk dirayakan.

BACA Juga Pledoi Si Kancil

Apakah ini ekspresi dari ketulusan pertemanan? Saya tak tahu dan ogah mengaku-aku. Saya hanya ingat petilan puisi Catetan Th. 1946 Chairil Anwar: Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat. Ya, itu saja, saya cuma ingin ambil bagian untuk mencatat.

Maka, Mas Tri, selamat sekali lagi untuk rilis single terbarunya. Dan meski kita tak boleh putus harap, namun pabila upaya-upaya di bidang kreatif belum (bukan tidak) menjadikan kita sebagai ‘seorang besar’ dan mesti ‘tenggelam’, saya cuma ingin mengatakan bahwa itu bukanlah hal utama. Yang diperlukan hanya berjalan dan menjalaninya dengan lapang dan gembira.

Sebab, Mas, tak peduli sukses atau tidak, menjadi besar atau tidak, sampeyan tetaplah salah satu orang paling menyenangkan yang saya kenal. Dan atas dasar itu saja, hidup patut dirayakan. *

Ya, mari merayakannya bersama-sama. Tak jadi soal apakah kelak kita jadi bagian yang muncul ataupun tenggelam. Sebab yang besar dan yang tenggelam juga sama berhak untuk merayakan hidup.

*Dikutip dari esai Dea Anugrah berjudul Lahir Seorang Rich Brian, Tenggelam Beratus Ribu dalam buku Kenapa Kita Tidak Berdansa? (Shira Media, 2021).


Haryo Pamungkas, juru ketik sutera.id. Buku terbarunya kumpulan cerpen ‘Mawar dan Mayat’ (Bashish Publishing, 2020)