Sutera.id – Dewan Mahasiswa Institut Agama Islam (IAI) Al-Qodiri Jember dan awak sutera.id menggelar kegiatan Tahadduts Sastra: Bincang Buku dan Sastra Pesantren pada Minggu (27/3).

Bertempat di aula IAI Al-Qodiri, acara tersebut dihadiri oleh pembina tim redaksi Majalah Pitulasan Pondok Pesantren (PP) Al-Qodiri Panut, penulis novel Balada Supri M. Nasrullah, direktur sutera.id & penerbit buku inti Ali Ibnu Anwar, mahasiswi IAI Al-Qodiri sekaligus penulis buku Sedetik Rindu dari Hati Devia Febyadi, dan penulis buku antologi Bunga Rampai Rafi Ainur Rofiq sebagai narasumber.

Di hadapan puluhan siswa MA, SMK, MTS, dan mahasiswa di lingkup PP Al-Qodiri yang hadir, Panut membuka diskusi lewat ajakan untuk meninjau pentingnya posisi santri, pesantren, dan pembentukan ekosistem literasi di lingkup pondok lewat sejumlah hal sederhana. Pasalnya, menurut Panut, para santri di pesantren selama ini sebetulnya sudah lekat dengan tradisi literasi, utamanya membaca.

“Selanjutnya tinggal bagaimana mendorong santri untuk menulis, membuat karya, dan membentuk ekosistem agar hal tersebut dapat dilakukan secara konsisten,” ujarnya. Lebih lanjut, Panut menjelaskan membentuk ekosistem literasi dapat dilakukan lewat hal sederhana seperti membentuk komunitas, diskusi karya dan buku, menerbitkan buletin serta majalah, hingga membuat antologi buku.

“Meski sederhana, namun hal-hal itulah yang membuat literasi lebih hidup di pesantren,” pungkasnya.

BACA JUGA Srawung Sastra ke-28 Ziarah ke Timur

Dipandu oleh redaktur sutera.id dan pengajar jurnalistik di MTS unggulan Al-Qodiri 1 Jember M. Iqbal, diskusi kemudian dilanjutkan oleh dua santri PP Al-Qodiri Devia Febyadi dan Rafi Ainur yang menceritakan proses kreatif masing-masing dalam membuat karya buku.

Devia menyebutkan, proses kreatifnya memang tak bisa dipisahkan dengan dunia pesantren. Ia mengaku kegemarannya membaca dan menulis terbentuk saat menempuh jenjang MA di PP Tambak Beras, Jombang.

“Mulanya memang hanya menulis diary untuk hiburan dan membaca apa saja yang bisa dijangkau, sampai akhirnya muncul keinginan buat membukukan tulisan-tulisan itu dan alhamdulilah bisa terwujud,” tuturnya.

Senada dengan Devia, Rafi turut mengatakan bahwa proses kreatifnya juga lekat dengan dunia pesantren. Menurutnya, hiburan santri di pondok yang umumnya terbatas, dapat menjadi peluang tersendiri untuk mendekatkan santri dengan kegiatan membaca dan menulis.

“Saat luang, tak banyak yang bisa dilakukan santri. Mereka nggak pegang HP, jadi kalau ekosistem literasinya hidup, waktu luang santri itu bisa diarahkan untuk membaca dan membuat karya,” katanya.

Berbeda dengan tiga narasumber sebelumnya, Ali Ibnu Anwar, yang proses kreatifnya juga dimulai saat nyantri di PP Al-Amien Prenduan, menyampaikan sejumlah hal spesifik yang harus dimiliki santri sebelum menekuni dunia kepenulisan kreatif. Menurutnya, menulis kreatif harus dimulai dari cara berpikir yang ‘gila’.

“Cara berpikir yang gila, unik, dan berbeda ini tidak terbentuk tiba-tiba, ada keterkaitan dengan ketekunan membaca, mencoba, dan melatih kepekaan serta sudut pandang dalam memandang sesuatu,” tuturnya. Ia pun mengajak para santri untuk melepaskan keraguan dan berani memulai untuk menulis.

“Di luar semua konsep dan hal teknis soal menulis, pada akhirnya yang paling pokok adalah mencoba. Mulailah dengan memulai,” pungkasnya.

Sebagai narasumber terakhir, M. Nasrullah menyampaikan sejumlah hal teknis yang bisa dilakukan untuk terus mengembangkan kualitas tulisan. Dari mulai menemukan dan menyortir ide, self editing, hingga meminta saran dan masukan orang lain.

BACA JUGA Puisi-Puisi Faris Al Faisal

“Hal-hal seperti ini mungkin terlihat sepele, tapi yang berharga dari sebuah tulisan bukan hanya hasil akhirnya, namun juga proses dan kesabaran dalam mengolah semua unsur di dalamnya,” ujarnya.

Di sisi lain, ketua Dewan Mahasiswa IAI Al-Qodiri M. Yunus mengapresiasi terselenggaranya kegiatan kali ini. Menurutnya, kegiatan ini dapat menunjang pengembangan minat dan bakat para santri di berbagai jenjang di lingkup PP Al-Qodiri.

“Antusiasme para santri yang hadir luar biasa, ini menunjukkan para santri memiliki minat yang besar untuk menjajal dan mengasah kemampuan menulisnya,” ujarnya. Ia pun berharap kegiatan ini tak hanya berhenti di sini, namun dapat dilakukan secara berkelanjutan dan terwujud secara konkret lewat sejumlah pelatihan dan pembuatan karya. (*)


Pewarta: L&M

Editor: Alek Sandra