Tukang Kebun               

Bagi tangan-tanganmu
(yang sedang membuka lahan) 
bumi ini seakan datar
seperti harapan yang terhampar
permadani bagi tumbuhan
kebun-kebun hijau
hari-hari berladang
yang lahir, tumbuh kembang 
dan berbuah
menggembur subur
akar yang bergerak ke dasar
lengan mengalirkan air 
dari lubang gembor
menuntun arah kecambah 
merebung recup 
sekumpulan batang
rona pipi di antara daun
memetik buah 
kuning matahari  
harum ranum
mengikatnya ke keranjang
membawanya ke pasar
hilang bekas lelah
wajah sesegar buah 
sebab hati bahagia
tentu saja
perlu kiranya
menyisakan 
bebiji, 
benih-benih
sebagi cinta 
yang disemai
yang dituai
dalam abad-abad abadi

Indramayu, 2020

BACA JUGA Puisi-puisi Joko Rabsodi

Daun-Daun Perak      

Di sebuah kebun, di selatan 
bumi berbunga
di antara daun-daun perak
menyilaukan langit yang diam 
mengerdip di matamu
mahkota awan putih
menyediakan jalan lewat
memasuki dunia
musim dengan burung-burung
migrasi pada suatu sore
lewat di atas kepala
serumpun lili
mencium hidung 
menyulut aroma malam
udara sedap harum
lembah terbuka
dilanda angin dan duka
mengilau serbuk 
pada cinta yang pergi
atau mimpi 
jauh-jauh
dan jauh
kita menjauh
dari wangi 
yang pernah 
dibekasi
kuntum
sebuah senyum

Indramayu, 2020

Malam Terguling Bagai Tubuh Anjing                 

Malam terguling bagai tubuh anjing 
Di dekat kakiku
Tak ada selimut, tak juga maut 
Menyamar pandang dan rahasia
Kadang tanpa bulan 
Bahkan tanpa sepotong pun bintang
Hanya keheningan yang kudengar di dekat telinga 
Menyentuh jendela yang berbisik lirih
Mengetuk jiwa yang terbuka 
Menjaga waktu tidur
Dengan dongeng-dongeng dari negeri yang jauh
Maka terbawa mimpi
Ke suatu musim 
Ke padang dengan bunga-bunga bersemi
Tangan memetik larik-larik pelangi
Warna dibawa kupu-kupu
Hinggap di dinding kamar istirah
Menyambut suka cita pagi
Dari kumpulan butir embun dan tetes matahari

Indramayu, 2020

BACA JUGA Cerpen Biografi Cemburu

Kita Pun Hanya Melewatkan Musim               

Akhir musim tanpa kenangan apa-apa
Di bawah langit rendah
Udara datar dan angin tanpa sajak  
Dalam gerisik kemarau
Dalam gemercik hujan
Kita pun hanya melewatkannya begitu saja 
Mekar bunga, jejatuhan kelopak
Daun hijau, daun kuning 
Lepas menuju keabadian
Hari-hari mengejar tahun-tahun
Masuk ke sebuah lorong
Di antara bebayang langkah dan hitam
Malam mengantarkan laut
Sebuah getaran menyusup jiwa 
Kapal-kapal berlayar
Kepada luas samudra dunia
Terbuka bagi jalan

Indramayu, 2020

Pintu Tua       

Bisa jadi kita tak akan bisa memasukinya
Pintu telah tua karya bagi rayap-rayap berpesta 
Gagang yang rapuh, mempersiapkan 
Kematiannya
Jangan lagi kau ketuk berulang-ulang
Sebentar kemudian mungkin akan jadi reruntuk 
Habis segala cinta
Menyanyikan lagu sepi

Indramayu, 2020

Faris Al Faisal lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Pada “World Poetry Day March 21” menuntaskan 1 Jam Baca Puisi Dunia di Gedung Kesenian Mama Soegra Dewan Kesenian Indramayu (2021). Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika dan mendapat Piala bergilir Anugerah RD. Dewi Sartika, Bandung (2019), mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018). Email ffarisalffaisal@gmail.com, Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3, Twitter @lfaisal_faris,  IG @ffarisalffaisal.