sutera.id – Srawung Sastra merupakan aktivisme masyarakat sastra di Jember. Pada gelaran Srawung Sastra ke-28, yang diselenggarakan di Rest Area Pondok Pesantren Asy-Syifa (19/03), mengusung tema Ziarah ke Timur.
Acara tersebut dihadiri pengasuh Pondok Pesantren Asy-Syifa Kiai Nisful Laila Iskamil, pegiat teater Abdoel Aziz, ketua Lesbumi Jember Siswanto, dan ketua BKN Didit Gondrong, sebagai narasumber. Selain itu, hadir juga penggagas Masyarakat Literasi Muhammad Lefand, direktur sutera.id Ali Ibnu Anwar, komunitas UKM Dolanan, dan Teater Rayon Sastra, sebagai pengisi acara.
Srawung Sastra merupakan momen berkumpulnya pegiat kesenian dan kebudayaan di Jember. Selain diramaikan oleh para aktivis sastra se-Kabupaten Jember dan masyarakat sekitar, acara ini juga diikuti oleh santri Pondok Pesantren Asy-Syifa. Sesuai dengan visi Srawung Sastra, kegiatan ini diharapkan dapat menjadikan seni, budaya, dan utamanya kasusastraaan, sebagai bagian dari masyarakat pinggiran. Dengan kata lain, upaya kolektif ini bertujuan untuk menggali kembali kebudayaan lokal sekaligus melestarikannya.
Acara dimulai dengan ziarah rohani oleh Kiai Nisful Laila Iskamil. Menurut Kiai Nisful, banyak cara menjadi khilafah di bumi, sesuai dengan profesinya masing-masing. Seorang seniman, misalnya, harus menjadikan dunia kesenian sebagai bagian untuk menjalankan fungsi dan peran menjadi khilafah.
“Jadi setiap manusia, memiliki fungsi sesuai dengan bidang yang mereka tekuni,” tegasnya.
Setelah itu, berlanjut acara diskusi teater oleh Abdoel Aziz yang dipandu oleh Koordinator Srawung Sastra Gunawan Trip. Aziz menjelaskan, bahwa untuk menjadi seorang aktor, harus memiliki jiwa keikhlasan.
“Sekalipun mendapat peran yang tidak terlalu penting, seorang aktor harus menyadari saat itulah dia berproses untuk menjadi bagian dari panggung,” katanya.
BACA JUGA Wacana Penyalin Cahaya: Warisan Genetis dan Kesadaran Etis
Perjalanan menjadi seorang aktor, jelas Aziz, bukan proses yang mudah. Seorang aktor tidak hanya selesai menjalani latihan olah tubuh dan olah rasa.
“Untuk mencapai tingkat keaktoran yang baik, harus disiplin, termasuk dalam kehidupan sehari-hari,” lanjut Aziz.

Usai dialog teater, dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh cerpenis Fandrik Ahmad dan Fathorrozi. Selain itu, Muhammad Lefand dan Ali Ibnu Anwar, juga membacakan puisinya, sebagai perwakilan penyair Jember.
Dalam pengantar pembacaan puisi, Ali Ibnu Anwar menyebutkan, bahwa santri Asy-Syifa memiliki tradisi puitik, dengan membaca syair yang dikarang oleh Kiai Nisful.
“Tradisi semacam ini, harus dilestarikan, sebagai tradisi bersyair dalam Islam,” jelasnya.
Sebagai penutup, Kiai Nisful mengapresiasi acara semacam ini, utamanya untuk memotivasi santri agar terus semangat berkarya dalam bidang kesenian.
“Saya kira, acara semacam ini perlu dilaksanakan secara rutin, untuk menambah wawasan bagi masyarakat, akan pentingnya kesenian,” pungkas Kiai Nisful.
DM saya di @masnusur kalau ada serawung sastra lagi. Di Jember kan?
oke bray, iya di jember