MENGINGAT MUSIM ANGIN aku kira, takdir masih saja bermain dadu di atas awan sambil mengunyah sebuah garis. di sini aku masih sibuk merapu puisi yang tumbuh dari kehilangan paling sakit. aku telan dan bersemayamlah di makan tubuhku. memang, puisi tak menuntaskan sepi di perapian. musim-musim sunyi masih memunculkan tunas-tunasnya sepanjang waktu —yang dingin. kadang sebuah kata mengetuk-ngetuk kertas buram itu dan bertanya, "untuk apa tubuh itu kau isi dengan banyak sunyi?" ;aku sedang menerjemahkan diriku yang hancur dalam lirihnya doa-doa di musim angin. dan kenangan-kenangan menggerutu. memecah riuhnya isi kepala yang mengikat diriku di kursi pesakitan itu. mengapa kita sulit mencerna pesan rahasia dari balik sebuah takdir? (2021)
AKU MENGINGATMU SEKALI LAGI ketika waktu menarik segalanya, gerimis menghapus jejak-jejak sungai yang kering di wajah. ingatan pun tercacah saat mengingat kapan lara menyembul, kapan cinta terakhir terbenam. barangkali pada sebuah dermaga yang sunyi, pada tebing yang tak bertepi, atau dalam sebuah gelombang yang tak berhenti bernyanyi. di situ kau sembunyi. sementara aku tak lagi mampu menemukan, di mana letak sebuah janji atau seuntai puisi cinta yang mati. dan suara yang kusimpan dalam batinku menjerit. di pantai yang kehilangan pasirnya, tak ada lagi jejak-jejak tawa. ketika waktu menarik segalanya, hanya angin yang masih mengingat harum tengkukmu, hanya langit yang masih menyimpan sebuah lagu. di situ malam yang hening menghampar, dan rindu mengadang dari segala arah. angin susut itu berbisik, bahwa kau tak menghilang. kau hanya kembali pada dongeng yang mengantarkan pagi. dan\ aku mengingatmu —sekali lagi. (2021)

J.J. Ehak —biasa disapa Jeje. Seorang penyair asal Lampung Barat. Buku pertamanya yaitu “Kota yang Kehilangan Kita” (2021). Kebanyakan puisi-puisi yang ditulis Jeje bertemakan patah hati dan cinta. Jeje bisa disapa di instagram @ruangehak.