Lao, Bawah Batang Salam
 
 
hari itu batang salam mempertemukanku
dengan Lao pukul dua di atas daun hijau lebat
aku lebih ingin mendengar tentangnya
bukan jumlah ikan yang ia curi dalam sehari
atau menanyakan padanya tentang ikan di sana
sudah habiskah dan tidak cantik?
 
kalau aku artikan isyaratnya, begini:
“Di kejaksaan, tubuhku ditumbuk polis Indo.
Hp-ku diambil, gelang dan jam. terpaksa uang dikirim
dari hasil pinjaman dengan segala cara sekadar
untuk membeli HP baru menelepon anak-istri,
mendengar tangisnya. Setiap malam sebelum tidur
kupandang wajah mereka di wallpaper.”
 
celana buntung krim dan baju lengan tumpung
tato lengan kirinya ikut merupa rindu, yang pindah
menyelit ke ketiak yang gundul lalu mengadu
“Disuruh beli ini dan itu, rokok sebatang sisa”
 
catatan:
pembicaraan ini didukung oleh google terjemahan
dengan pendeteksian bahasa Indonesia-Laos
juga menerjemahkan siksa yang memilin rindu
lebih berat dari jumlah ikan dalam jaring
 
2021

Pulang Satu, Datang Seribu
 
 
pancing ulur tenang dan menang
gaduh gelombang menemukan teduh
di pinggir jalan, ikan ramai bergelantungan
ibu-ibu tinggal pilih, direndang atau salai
(tapi semua berjalan sekedip mata)
 
coast guard Tiongkok menyusun koordinat pulang
pantura datang demi laut semakin gagah perkasa
madahnya: ini laut milik Indonesia (isinya milik bersama)
berkali lipat kapal tumbuh ke permukaan
nama-nama nelayan tertulis pada gurat sisi
ketika perampas turun, siapa peduli?
sebenarnya mereka hanya berganti tugas: mencuri
hanya berbeda arah datang, bahasa, jumlah, bentuk
seperti sapi bertemu rumput di kebun penduduk
merenggut akar sampai hilang napas
sebutlah seorang yang bahagia kedatangan mereka
kapal tongkang gross tonage yang maha
 
kepergian melahirkan benih-benih kegetiran
berkembang biak di kepala nelayan
dan lambung pompong
 
pompong nelayan semakin menepi
ujung-ujung mengulur pancing
di bak mandi rumah sendiri
ujung-ujung melempar umpan
sedalam kubangan air sehabis hujan
ujung-ujung mengayuh haluan
mengelilingi garis tangan dan kening
 
2021

Destriyadi Imam Nuryaddin menyelesaikan studi Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta. Beberapa karya sudah terbit di media daring maupun luring. Saat ini aktif di komunitas Natunasastra. Penulis dapat dijumpai melalui instagram @tenggut.