Judul: Perempuan dan Perburuan Penyihir | Penulis: Silvia Federici | Penerbit: CV Penerbit Independen | ISBN: 978-623-93362-2-6 | Tebal: xxx + 158 halaman | Edisi: Cetakan pertama, Juli 2020

Oleh Fahrus Refendi

Silvia Federici melalui bukunya yang berjudul Perempuan dan Perburuan Penyihir menarasikan eksploitasi terhadap kaum perempuan dimana hak-haknya diambil alih dan dirampas secara seksama. Di dalamnya juga berkelindan bagaimana perempuan dituduh sebagai penyihir. Diberangus, disiksa lalu dibunuh. Disebabkan oleh arus globalisasi kapitalisme yang masif.

Di Eropa sendiri pada abad 14-16 terjadi femisida yang telah menewaskan lebih dari 600 ribu orang, 85% adalah perempuan. Penguasaan perempuan terhadap alam menempatkan sosok perempuan pada posisi sosial yang rentan. Sosok penyihir merepresentasikan perempuan yang menjadi sasaran penting yang selalu diburu seiring berkembangnya komersialisasi dan meluasnya ekspansi kapitalisme.

Pemagaran terhadap tanah dan pengkerdilan seksualitas perempuan merupakan upaya pemilik modal untuk menguasai ladang yang ingin diekspolitasi dari tuan tanah.  Seksualitas perempuan secara historis mengandung bahaya sosial, ancaman terhadap disiplin kerja, kekuasaan atas orang lain, dan hambatan bagi pemelihara hierarki sosial dan hubungan kelas. (hlm. 50)

Penulis juga berusaha menarasikan bagaimana pembersihan terhadap kaum perempuan  yang dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan kaum imperialisme yang dibarengi dengan kekerasan terhadap perempuan menjadi bagian penting dari operasi perusahaan dan pertambangan.

Upaya pembersihan terhadap kaum perempuan memaksa mereka meninggalkan rumah, ladang, dan tanah leluhur mereka yang sudah ditempati sejak lama. Milisi di ladang intan, coltan, dan tembaga di Republik Demokratik Kongo yang menembakkan pistol mereka ke dalam vagina perempuan, atau tentara Guatemala yang merobek perut perempuan hamil dengan pisau. (hlm. 86)

Federici menyibak rimba perburuan terhadap perempuan yang dituduh penyihir dengan bahasa yang segar. Fitnah sosial digalakkan demi memperlancar ekpansi kapitalisme sosial. Sehingga perempuan yang tetap tinggal di tanah leluhurnya mendapat celaan predikat penyihir sehingga menjadi terjajah di tanah lehurnya sendiri karena kepentingan-kepentingan oligarki yang anarkis.

Akhirnya, ketika mendengar kata penyihir, pikiran kita pasti akan membayangkan perempuan tua jahat nan menakutkan. Buku ini menunjukkan iblisisasi  penyihir merupakan bagian pendisiplinan dan pengekangan seksual untuk membuat perempuan patuh.


Fahrus Refendi, merupakan mahasiswa Universitas Madura program studi Bahasa & Sastra Indonesia. Kini menetap di Pamekasan Madura. Keinginanya hanya satu: Yakni bisa hidup bahagia mati masuk surga.