Kias percaya dengan puisinya. Bagi Kias, puisinya adalah puisi bagus yang layak dikirim ke media. Meski selama ini puisinya belum memberi kegembiaraan tapi Kias tetap setia pada puisinya. Kias menganggap menulis puisi adalah ibadah. Puisilah yang mengantarnya kepada pemahaman yang dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Selain pertimbangan teknis dan kesalahan ketik, baginya setiap puisi tidak bisa dibanding-bandingkan begitu saja.
Tetapi ketika dia mendengar ada sebuah cara untuk menilai puisi, Kias ingin tahu. Kias pamit kepada kekasihnya yang bernama Harafiah pergi mengembara, berkunjung ke beberapa penyair sekadar ingin menanyakan cara penilaian itu.
Penyair pertama mengatakan, puisi bagus adalah puisi yang memuat kebijaksanaan sehingga siapa pun yang membaca akan mendapat pelajaran kebijaksanaan itu. Penyair kedua mengatakan, puisi bagus adalah puisi dengan kata-kata yang dapat membawa pembacanya ke ranah keindahan. Segala bentuk keindahan hadir di sana tanpa bisa disangsikan. Sedangkan penyair ketiga mengatakan, puisi bagus adalah puisi yang menyimpan inti dari apa yang ingin disampaikan ke dalam diksi yang dipilih, sehingga pembaca akan mendapat dorongan untuk mencari sendiri apa inti yang ingin disampaikan penyair.
Demikian seterusnya, kias selalu mendapat banyak pemahaman tapi tidak lantas membuatnya mengerti bagaimana puisi yang bagus, justru dia menjadi bingung. Pada saat itu berhentilah dia memburu pengertian. Kias pulang dan bermaksud berkarya lagi di rumah. Anehnya, setelah sampai di rumah dia tidak bisa menulis puisi satu pun. Berulang kali mencoba menulis, tapi dia selalu menghapus apa yang telah ditulis. Ketika Harafiah tahu Kias sudah pulang, gegas dia menjumpainya. Setelah sejenak terjadi obrolan, Harafiah mengerti apa yang meresahkan Kias. “Meski aku bukan penyair tapi izinkan memberi saran. Menurutku, membuat puisi mungkin sama halnya membangun kepercayaan diri. Jadi selama kamu tidak percaya dengan apa yang kamu tulis, selamanya kamu tidak pernah berhasil menulis puisi yang bagus,” kata Harafiah.***

Yuditeha. Penulis puisi dan cerita, tinggal Karanganyar – Jawa Tengah. Telah menerbitkan 16 buku. Buku terbarunya Kumcer Sejarah Nyeri (Marjin Kiri, 2020). Pegiat Komunitas Sastra Kamar Kata Karanganyar.