Oleh Al Jailani

Judul : Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? |  Penulis : Kiki Sulistyo | Penerbit : Basabasi | Cetakan : Pertama, Mei 2017 | Tebal : 92 halaman; 14 x 20 cm | ISBN : 978-602-6651-01-3

Kiki lahir di Ampenan. Kampung halaman menjadi tempat menghabiskan masa kecilnya. Ia memaknai kampung halaman, sebegitu lengkap. Segala bentuk perasaan dan kejadian, ia lalui sedari lahir. Melalui puisi-puisinya, betapa sangat jelas, bagaimana ia menggambarkan Ampenan. Letak geografis, keluarga, bahkan tempat-tempat bertumpahan pengalaman sedih dan bahagia, juga sosial masyarakatnya.

Dalam pengantar buku Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? Kiki menjelaskan tempat tinggalnya secara jelas: posisi rumah, perihal tetangga lain etnis, sosio-kultural, dan ungkapan keinginan untuk meneropong kampung halamannya dari luar.

Tengoklah, bagaimana Kiki mengiaskan kampungnya, dalam puisi berjudul sebagai judul buku kumpulan puisinya. Ia menulis: di Ampenan, Apalagi yang kau cari?// kota tua yang hangus oleh sepi // kali kecil menjalar di tengah mimpi // di mana masa kecil mengalir tak henti // ingatkah kau tekstur-tekstur kuno // rumah es di ujung gang // ingatkah kau gudang kusam //  aroma tajam dari puskesmas seberang?

Bait puisi di atas menggambarkan, betapa detailnya Kiki menggambarkan letak tempat-tempat yang menguar dari ingatan masa kecilnya. Ia meneruskan pada bait selanjutnya: di Ampenan hanya gudang-gudang tua //  bertahan dalam kemurungan // hanya angin yang resah // mondar mandir dengan kaki patah //  dan di simpang lima itu //  akan kau temui kembali // riwayat keluarga // yang terus menggelepar // di ingatanmu.

Bagaimana ingatan-ingatan masa kecil itu menyeruak, justru pada saat Kiki berusia dewasa? Nyatanya ingatan dan trauma tak mengenal kedaluarsa. Bisa muncul kapan saja. Buktinya, Kiki benar-benar menuliskan kampung halamannya dengan penuh tumpahan perasaan, lengkap dengan segala jenis kejadian dan tempat-tempat yang melahirkan banyak kenangan semasa kecilnya.

Gambaran sosio-kultural dalam puisi Kiki, misalnya dalam judul puisinya, Bioskop Ramayana, yang menjelaskan betapa menabjubkannya menonton bioskop saat bocah. Pada puisi berjudul Simpang Lima, ia juga menjelaskan terminal yang banyak meninggalkan kenangan. Bagaimana transaksi ekonomi di Ampenan, terhampar jelas dalam Kawasan Makelar. Masih banyak puisi yang Kiki tulis dengan sangat indah dan penuh perasaan di dalam bukunya

Saya rasa, bagi Kiki, Ampenan bukan sekadar tempat yang menerima kelahirannya. Namun juga melahirkan cerita yang penuh kenangan dan segala jenis perasaan mendalam. Kiki justru menuliskan puisi tentang Ampenan dari kejauhan, setelah ia tidak lagi berada di kampung kelahirannya: Ampenan.

Kiki memilih diksi yang sederhana namun kaya akan makna dalam puisi-puisinya. Bait demi bait, menghardirkan kedudukan rima yang majemuk, sehingga indah dan penuh bunyi yang merdu. Metafora yang dekat, mempermudah pembaca memahami apa yang dituliskannya. Kejujuran dalam menulisnya pun nampak jelas. Sebagai pembaca, saya ikut merasakan apa yang penulis alami sebagai pencerita dalam puisi-puisinya.

Membaca buku kumpulan puisi Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari?, membuat saya percaya, siapapun yang mengalami suatu momen, bisa menjadi satu rangkaian cerita yang luar biasa megah. Sehingga, akan menghadirkan perasaan begitu dalam. Saya merampungkan satu buku tersebut dengan tanpa beban dan nyaman. Mendapatkan banyak informasi yang luas tentang Ampenan. Lengkap dengan  kisah kehidupan dan segala hal di sekitarnya.


Al Jailani

Al Jailani, tukan seduh kopi dan owner kafe Longgu